Refleksi Profesional Development: Penilaian Menuntut Intensional dan Perencanaan Ebenhaezer-Edisi April 2017
Bergabung di unit SLH
Palopo, belajar dari karakter setiap pribadi, dan terus menerus diperlengkapi
sebagai seorang guru Kristen yang dewasa merupakan suatu hal yang saya syukuri di
tahun pertama saya sebagai seorang guru. Bukanlah hal yang mudah ketika diutus
menjadi seorang guru, saya rasa kita semua mengalaminya. Banyak sekali tantangan
dan strategi praktis perlu diperhatikan dalam mempersiapkan siswa sebagai murid
Kristus yang sejati. Bukankah itu tujuannya? Kedatangan tim PDCE dari SDH
Manado, Bapak Denny dan Ibu Indri, juga merupakan semangat yang terus menerus
ada bagi kami untuk belajar, bukan hanya mengenai profesi kami tetepi juga
perubahan budi yang holistik.
Jika saya diberi pertanyaan
mengenai hal tersulit, sampai saat ini rasanya tidak mudah untuk melakukan
penilaian. Manusia cenderung memiliki subjektifitas terhadap beberapa hal,
termasuk saya. Ketika saya dituntut untuk mengajar Bahasa Indonesia, semakin
menjadi tantangan terberat bagi saya untuk melawan subjektifitas pribadi. Memerlukan
hikmat dalam menentukan batasan-batasan yang sesuai kompetensi pemerintah dan
sekaligus membawa siswa ke dalam penebusan yang sejati. Saya mulai menemukannya
melalui kesempatan PD kali ini. Tidak ada habisnya jika berbicara mengenai penilaian
yang ideal itu seperti apa. Semacam ukuran yang memang harus dibuat berdasarkan
standar kompetensi dan sekaligus dengan hikmat dapat membungkusnya dengan kasih
Tuhan dalam setiap mata pelajaran.
Kita selalu menemukan
kekurangan bahkan kesulitan dalam pelaksanaan. Namun jika kita tidak
berlandaskan kepada hal yang ideal dan sempurna, bagaimana kita dapat menentukan
bahwa strategi ini dan itu adalah baik atau buruk?
Saya mendapatkan starting poin dalam sesi “What is a good assessment?”. Menyusun sebuah
penilaian tidaklah sembarangan, salah ukur berarti salah menilai. Penilaian
harus jelas, menantang, multi aspek, dan juga autentik. Hal ini dibutuhkan
sehingga setiap penilaian yang kita lakukan dapat menjadi blessing, justice, dan grace
yang seimbang. Penilaian yang dilakukan oleh YPPH merupakan penilaian yang
dilakukan secara backward. Hal ini
menuntut guru untuk siap secara keseluruhan dalam proses pengerjaan formatif
hingga hasil sumatif sesuai dengan syarat penilaian yang baik tersebut. Praktisnya
sebagai guru Bahasa Indonesia, berpantun sangat perlu perencanaan kepada
sumatif untuk siswa dapat berbalas pantun sesuai dengan syarat pantun. Apa yang
dibutuhkan siswa dalam memenuhi rubrik penilaian, itu yang akan dibahas dalam
formatif pertama dan seterusnya. Ini melelahkan, terutama untuk guru baru
seperti saya. Kemudian mengenai presentasi atau project, ini tidak akan bermakna jika hanya dilakukan supaya siswa
terlihat aktif. Setiap guru memiliki Enduring
Understanding dalam Unit Plan
masing-masing yang bertujuan menyampaikan makna mendalam mengenai Tuhan dalam
topik tersebut. Tidak mudah tetapi harus berani mencoba dan bayar harga.
“Intensional”
merupakan kata kunci yang saya temukan sepanjang PD ini berlangsung. Saat itu
saya mulai menandai catatan saya dengan do
dan don’t. Banyak hal yang sudah saya
kerjakan, namun tidak sedikit juga yang belum saya lakukan seputar prinsip
intensional. Saya mendapatkan bahwa kesengajaan dalam pembelajaran harus
benar-benar dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal bagi siswa. Oleh
sebab itu, kunci kedua ialah persiapan.
Persiapan yang beres
akan diikuti oleh respon yang baik dan pelaksanaan yang baik pula. Pesiapan
yang dilakukan guru juga bukan sekedar mengerjakan perangkat dan belajar
pribadi mengenai materi yang diajarkan. Penting bagi guru mengerti generasi
sekarang harus berbuat apa. Mendorong siswa bertanggung jawab terhadap diri
sendiri saja terkadang susah minta ampun, apalagi harus menuntut siswa
bertanggung jawab dalam generasi dan lingkungan yang sudah Tuhan berikan pada
mereka. Ini sebuah tantangan besar. Dunia membutuhkan generasi yang memiliki
pemikiran kritis dan pemecah masalah terhadap problem lingkungan dan sosial. Kemampuan
kognitif bukan tidak penting, namun harus diperlengkapi dengan kemampuan sosial
yang perlu dipersiapkan yaitu thinking
skill, social skill, communication skill, self-management skill, dan research
skill.
Intensional dan persiapan
dalam perencanaan penilaian adalah bukti dari seberapa besar guru menggunakan
kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mentransformasi generasi penerus. Kita tidak
pernah tahu dampak guru di dalam kelas memengaruhi siswanya, tetapi ada sebuah
kesempatan yang harus disadari sebagai rentang waktu dan peluang besar untuk
memenangkan pertandingan iman bersama Roh Kudus yang berdiam dihati siswa kita.
Kesempatan selalu dibatasi dengan waktu dan dapat diestimasi peluangnya. Oleh
sebab itu, sebagai seorang guru, mari belajar untuk menggunakan kesempatan yang
dibatasi waktu untuk mencapai peluang yang besar bagi pekerjaan Tuhan, salah
satunya dengan mempersiapkan pembelajaran dan penilaian secara intensional.
Dengan keteguhan hati saya ingin belajar meskipun sulit. Pada akhirnya ini
bukan untuk kepuasan saya secara pribadi, namun cerminan bagaimana dapat
melayani Tuhan melalui pekerjaan yang saya emban. Janganlah hendaknya kerajianmu kendor, bialah rohmu menyala-nyala dan
layanilah Tuhan (Roma 12:11). All for Jesus.
(YES).
Komentar
Posting Komentar