Via Dolorosa-Apakah effortnya bagimu atas siksaan dan kematian Yesus? Tahukah bahwa ada hal yang lebih menyakitkan dirasakan Yesus daripada disalib?
Jumat, 14 April kemarin.
Saya realize kalo ada hal-hal
yang saya lupa di momen paskah. Jumat Agung ini saya belajar lagi. Thank God.
Hampir 1 tahun saya bergereja di GKY
(Gereja Kristus Yesus) dan mengalami banyak hal disana. Hal yang gak akan saya
lupakan akan kebaikan Tuhan terus Tuhan ingatkan lewat pertumbuhan iman di GKY
Palopo. Tuhan gak pernah menciptakan kebetulan, juga pada saat momen Jumat
agung ini saya berada disini (Palopo) untuk ikut ambil bagian dalam ibadah. Panitia
Jumat Agung kasih tau saya untuk bisa melayani di Jumat Agung. Di awal saya
terpikir, ah singer nih, ternyata job saya bukan itu, melainkan menyanyi VIA
DOLOROSA untuk iringan drama singkat kematian Tuhan Yesus. Disitu saya merasa
gak punya kekuatan untuk benar2 yakin menerima pelayanan ini. Selain karena
belum pernah menyanyi solo untuk lagu ini, juga karena tandanya saya harus
berpikir keras, berefleksi banyak, berusaha sekali untuk memahami perasaan
Tuhan Yesus pada saat itu. Singkatnya, saya ambil pelayanan itu karena merasa
gak pantes untuk nolak pekerjaan Tuhan yang hanya nyanyi (enteng dilakukan
karena basic saya emang penyanyi). Hanya itu yang bisa saya beri di sebagian
kecil waktu dan talenta saya untuk Tuhan. Bukan itu saja, ternyata saya
mendapatkan beberapa hal di Jumat Agung kali ini.
100%
manusiaNya mengakibatkan Dia sangat ketakutan saat berdoa di Taman Getsemani.
Cerita di Taman Getsemani yang sering saya
baca di Alkitab kadang ya hanya berlalu sebagai sebuah pembacaan. Saya coba review lagi pemahaman saya dengan
menonton ulang The Passion of Christ.
Di situ Yesus keringat dingin, dan berdialog dengan Allah Bapa dengan penuh
kegentaran. Satu lagi yang buat saya realize
pada saat Yesus mendapati muridnya tidur, sedih sekali ketika orang yang paling
dekat denganNya bahkan tidak mengerti kegentaran yang Yesus alami. Coba nonton
lagi ya. Itu benar-benar buat saya patah hati. Pasti Yesus kala itu kecewa.
Mengulang
suasana dengan penuh kesedihan meratapi siksaan yang Tuhan Yesus tanggung.
Pada ibadah Chapel siswa 1 minggu yang
lalu, saya memberikan potongan film The
Passion of Christ kepada anak-anak. Tebakan saya betul terjadi. Ada yang
mewek, ada yang tidak tega melihat, menyerengitkan dahi, hingga rasanya ia
meratapi nasibnya yang selama ini tidak mengerti pengorbanan Tuhan Yesus.
Memang setiap paskah akan identik dengan hal yang menyedihkan pada Jumat Agung.
Pada akhirnya saya refleksi, saya yang pada saat itu juga serem dan gak berani
lihat film tsb merasa bahwa saya munafik. Setiap paskah memang momen mengenang
kematianNya yang buat banyak orang termasuk saya juga menyesali apa yang telah
saya perbuat atas hidup saya. Tapi balik lagi, mau sampai kapan kita terus
nangis dan meratapi Yesus pada penyiksaanNya tanpa sadar hidup kita tidak memberikan
yang terbaik bagi Dia? Jika ini diteruskan, bukankah ini sama halnya dengan
nonton film romance atau drama korea yang bisa dengan cepat buat kita melting, bercucuran
air mata, tapi gak ada dampak yang berarti buat kehidupan nyata.
Akhir
dari penderitaanNya bukanlah saat ia mati karena disiksa banyak orang.
Sebagai manusia, tentu Ia pasti mengalami
kesakitan yang luar biasa. Ia yang tidak ditemukan kesalahan di hadapan Pontius
Pilatus justru pada akhirnya jatuh ketangan voting masyarakat yang ingin
menyalibkan Dia. Kita ingat bahwa salib adalah hukuman yang paling berat pada
zaman itu. Kita bisa cari, googling, tentang
mengapa hukuman salib itu paling kejam. Lebih lagi, kita sadar kalo Pilatus
(bisa dibilang) salah mengambil keputusan pada saat itu. Ia mengira dengan
mencambuk dan menyiksa Yesus, orang banyak sudah puas. Namun pada kenyataannya
ketika tubuh-Nya penuh darah justru orang-orang meneriakkan “salibkan Dia!”.
Saya baru ingat bahwa eksposisi mengenai
kematian Yesus sudah saya dengar beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya puncak
penderitaanNya ada disaat ia harus turun kedalam maut (ada di Pengakuan Iman
Rasuli) dan Allah Bapa meninggalkanNya, benar-benar memalingkan mukaNya (perkataan
Yesus di salib: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?). Saya gak
pernah berhenti untuk membayangkan dalam keadaan keterpisahan tersebut. Kita
aja pasti berasa jadi orang yang gak berguna kalo orang yang mengasihi kita dan
kita kasihi tiba-tiba memalingkan muka dan tidak ada lagi effort nya bagi kita.
Kalo dihitung-hitung apalah kita, manusia yang banyak mengeluh, gak sebanding
dengan penderitaan Yesus pada saat itu. Kita harus tau, bukan semata-mata
berhenti karena kasihan sama Yesus yang udah kasih tubuhNya saja, bahkan Ia
menghadapi maut sampai Ia menang melawan maut. See? Dia lawan maut bagi kita.
Semoga memberkati.
God bless J
Komentar
Posting Komentar