Manusia begitu sering memikirkan apa tujuannya dalam hidup ini. Meski tidak secara langsung pemikirannya itu diucapkan, tujuan hidupnya dapat dilihat dari apa yang menjadi prioritas untuk dihabiskan setiap jam.
Pencarian akan tujuan hidup ternyata sudah dicari oleh filsuf-filsuf kuno pada zamannya. Timbullah pemikiran dan teori yang berbeda, dari yang masuk akal sampai ide yang receh. Namun, tidak bisa hanya berhenti dari pemikiran filsuf yang tentu "hanya" berpikir dan mengeluarkan spekulasi.
Ilustrasi: Ada seorang yang memberikan saya sebuah barang buatannya tanpa menjelaskan apapun. Saya sendiri tidak mengetahui kegunaan dan pemakaiannya untuk apa. Hal yang pasti harus saya lakukan adalah membaca buku petunjuk yang tertinggal dalam kotak barang tsb, atau saya langsung menghampiri seorang tsb untuk bertanya. Barulah setelah itu saya bisa menggunakannya dengan tujuan yang benar. Jika manusia ingin mengetahui tujuan hidup, maka manusia harus mencari Allah sebagai pencipta dan membaca Alkitab sebagai buku petunjuknya.
Manusia harus tahu bahwa Allah tidak membiarkan manusia tersesat oleh pemikiran mengenai tujuan hidup manusia. Allah memberikan petunjuk,
Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan, ... segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia (Kolose 1:16)
Manusia harus mengawalinya dari Allah. Sangat egois jika yang dipikirkan oleh manusia semata-mata hanya aktualisasi diri, kebaikan yang mengharapkan imbalan surga, maupun pengakuan masyarakat mengenai kontribusinya. Nyatanya Allah mau kita memikirkan hal-hal ke arah Dia yang adalah tujuan hidup sesungguhnya. Pertanyaan yang terus menerus saya gumamkan pada diri saya saat ini adalah "Siapa saya sehingga saya begitu egois memusatkan hidup saya untuk hal yang fana?"
Dengan jujur saya mengakui masih memposisikan penampilan fisik saya (wanita), kuatir mengenai materi, dan prioritas profesionalitas sebagai pekerja sebagai prioritas hidup saya. Justru pekerjaan saya untuk Allah jarang sekali saya pikirkan. Hidup ini bukan mengenai SAYA, melainkan bagi Allah.
Mari bersama belajar mengutamakan Kristus dalam mengarungi hidup.
Pertanyaan untuk dipikirkan: kendati ada segala promosi di sekitar saya, bagaimana saya bisa mengingatkan diri sendiri bahwa kehidupan sebenarnya adalah mengenai hidup untuk Allah, bukan bagi diri sendiri?
Pencarian akan tujuan hidup ternyata sudah dicari oleh filsuf-filsuf kuno pada zamannya. Timbullah pemikiran dan teori yang berbeda, dari yang masuk akal sampai ide yang receh. Namun, tidak bisa hanya berhenti dari pemikiran filsuf yang tentu "hanya" berpikir dan mengeluarkan spekulasi.
Ilustrasi: Ada seorang yang memberikan saya sebuah barang buatannya tanpa menjelaskan apapun. Saya sendiri tidak mengetahui kegunaan dan pemakaiannya untuk apa. Hal yang pasti harus saya lakukan adalah membaca buku petunjuk yang tertinggal dalam kotak barang tsb, atau saya langsung menghampiri seorang tsb untuk bertanya. Barulah setelah itu saya bisa menggunakannya dengan tujuan yang benar. Jika manusia ingin mengetahui tujuan hidup, maka manusia harus mencari Allah sebagai pencipta dan membaca Alkitab sebagai buku petunjuknya.
Manusia harus tahu bahwa Allah tidak membiarkan manusia tersesat oleh pemikiran mengenai tujuan hidup manusia. Allah memberikan petunjuk,
Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan, ... segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia (Kolose 1:16)
Manusia harus mengawalinya dari Allah. Sangat egois jika yang dipikirkan oleh manusia semata-mata hanya aktualisasi diri, kebaikan yang mengharapkan imbalan surga, maupun pengakuan masyarakat mengenai kontribusinya. Nyatanya Allah mau kita memikirkan hal-hal ke arah Dia yang adalah tujuan hidup sesungguhnya. Pertanyaan yang terus menerus saya gumamkan pada diri saya saat ini adalah "Siapa saya sehingga saya begitu egois memusatkan hidup saya untuk hal yang fana?"
Dengan jujur saya mengakui masih memposisikan penampilan fisik saya (wanita), kuatir mengenai materi, dan prioritas profesionalitas sebagai pekerja sebagai prioritas hidup saya. Justru pekerjaan saya untuk Allah jarang sekali saya pikirkan. Hidup ini bukan mengenai SAYA, melainkan bagi Allah.
Mari bersama belajar mengutamakan Kristus dalam mengarungi hidup.
Komentar
Posting Komentar