Jika kita orang Kristen, secara natural (esensi atau
enggak) kita berusaha untuk memaknai kelahiran Kristus setiap Desember bukan?
Mungkin yang kita renungkan tercermin dari caption
atau pesan natal yang kita kirimkan kepada sahabat dan kerabat. Semoga damai
Kristus terus beserta, Kiranya sukacita natal tetap dirasakan, dan
kalimat-kalimat format yang lain sering kan kita jumpai setiap Desember. That’s
why harus selalu cari terus, apa nih yang Tuhan mau untuk kita lakukan setiap
kita menyambut Natal.
Satu bulan belakangan ini Tuhan memberikan perenungan
yang amat berarti bagi saya secara pribadi. Mengenai hikmat Allah dalam
pengharapan hidup. Sepertinya itu kalimat yang cukup mewakili mengenai
bagaimana hikmat Allah menjadi satu-satunya sumber pengharapan terbesar supaya
saya terus belajar menggumuli iman. Dan berterima kasih kepada Tuhan karena
banyak sekali peristiwa di tahun ini yang mengajarkan saya untuk menyerah
kepada Allah dibanding bersi keras untuk setiap perencanaan hidup.
Kalo kita tau Allah adalah hikmat, hikmat teragung
yang pernah kita kenal – meskipun sulit sekali menuju kesana karena keberdosaan
– kita akan tetap cari. Let me propose..
Karakteristik janji Tuhan itu ada 3 (thanks buat Juju yang udah eksposisi Nuh
dan Perjanjian Allah saat chapel);
1.
Permanen,
gak peduli seberapa panjang waktu bergulir, janjiNya permanen, tidak bisa
dibatalkan.
2.
Tanpa
syarat, perlukah manusia memberikan jaminan tertentu, atau Allah yang
memberikan syarat agar perjanjianNya tetap diingat olehNya? Meskipun pada
akhirnya perbuatan baik atau pembaharuan budi yang dituntut Allah, namun sekali
lagi, tidak memengaruhi Allah membatalkan dan merubah janjiNya.
3.
Unilateral,
atau diartikan perjanjian satu arah. Loh? Iya, tidak seperti perjanjian yang
kita kenal pada umumnya, janji Allah untuk manusia sifatnya setia, komit, dan
gak bakal berubah sekalipun manusia gak pernah setia.
Lalu apa yang dijanjikan?
Ada jaminan bagi orang berdosa.
Allah kasih pengorbananNya yang terberat supaya manusia tau bahwa kita
sebenernya gak layak terima jaminan dari perjanjian Allah. Kasih karunia lewat
Kristus yang lahir adalah bagian dari perjanjian yang permanen, tanpa syarat,
dan unilateral itu. Mau gak mau, suka gak suka, Allah tetap memberikan Kristus
sebagai jaminan.
Kasih karunia itu dibutuhkan untuk
orang berdosa, jika kita terlalu percaya diri membenarkan pemikiran kita,
jangan-jangan kasih karunia gak ada buat kita.
Kasih karunia itu buat orang yang
papa, jika kita merasa kita bisa melakukan tanpa pertolongan Tuhan,
jangan-jangan kita gak butuh kasih karunia.
Kasih karunia itu buat orang yang
merasa harus mengorbankan seluruh hidupnya demi mendapatkan kasih karunia,
jangan-jangan kita terlalu menganggap murah dan gak punya usaha dalam
perjuangan iman sehingga gak ada kasih karunia yang sejati di dalam hidup kita.
Satu highlight yang saya coba renungkan, jangan-jangan saya begitu terobsesi
pada janji Allah yang semu. Selalu bilang sama diri saya sendiri, “ah, Tuhan
pasti mau saya punya masa depan yang baik”, sehingga saya mengejar masa depan
yang terbaik yang bisa saya rancang untuk diri saya sendiri. Tanpa disadari
hal-hal seperti itu menjadi racun bagi saya sehingga sulit menerima kasih
karunia Allah, saya gak punya jaminan mulia, sehingga melakukan hal yang sebenarnya
tidak berkenan. Artinya, saya seperti kehilangan pegangan hidup, kehilangan
tuntunan Tuhan, kehilangan sumber hikmat mengenai apa dan bagaimana saya harus
bertindak selanjutnya.
Momen natal ini, meskipun sudah mengerti konsep hikmat, nyatanya gak
selalu membawa saya berada posisi yang seharusnya. Biarlah Kristus yang adalah
Hikmat terus memimpin kita dalam pertumbuhan iman dan membuat kita menjadi
pemilik dari pengharapan akan janji Allah yang Agung itu.
[YES]
1 Korintus 1:20 “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus,
yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia
membenarkan dan menguduskan dan menebus kita.”
Yesus Kristus Hikmat bagi Kita – Tema Natal 2018
Komentar
Posting Komentar